Minggu, 17 Juni 2012

Mendengarkan Isi Hati

Kali ini aku akan bercerita tentang apa itu mendengarkan isi hati. Tentang apa yang baru saja aku pahami belakangan ini. Pelajaran ini kuperoleh berawal dari saat aku bertemu dengan salah satu saudaraku sebut saja namanya Kiki. *padahal emang namanya Kiki. Hehehe* yang ternyata baru saja mewakili kampus untuk mengikuti pelatihan ESQ di sebuah tempat di daerah TB Simatupang. Dia pun beercerita sama aku. Tentang fenomena kegalauan yang melanda muda mudi saat ini, adalah karena mereka bertindak bukan berdasarkan kata hati, melainkan dengan emosi semata. Hal itu lalu membuat hidup kita jadi gak bahagia. Because we live not in our borderline. Kita hidup gak berlandaskan garis kehidupan kita. Garis kehidupan itu sendiri, actually simplicity. Karena sebenarnya itu ya tentang bagaimana kita berlaku jujur dalam hidup dan melakukan segala sesuatu ya berdasarkan kata hati tadi. *eh tapi secara gak langsung sebenarnya ini jadi kayak as simple in theory but difficult in fact, right? Begitulah kira2 isi khotbah panjang sister ku yang satu itu. #Thanks, darla… Setelah mendengarkan penjelasan dia yang sangat semangat empat lima itu, aku pun lantas jadi berfikir tentang kegalauan yang juga sedang melanda diriku. Aku gak tau apakah ini karena ‘sekedar ngikutin tren’ atau memang aku nya yang memang sudah live not in my borderline seperti teorinya si Jeng Kiki. Kegalauan itu sendiri itu tentang pasangan hidup. Dimana saat ini aku berpikir tentang sebuah pernikahan. Ada sesuatu hal yang sangat mendesak aku untuk ‘kalau bisa’ harus menikah secepat mungkin. Apa hal tersebut belum bisa aku ceritakan saat ini, tapi aku janji suatu saat nanti aku pasti bakal cerita kenapa bisa begitu. Entah karena hal pernikahan itu, pikiran aku lantas jadi bimbang diantara tiga lelaki di kehidupanku ini. Siapa aja ketiganya itu? 1. My first unforgettable love. Cowok ini adalah benar2 cinta pertamaku. Saat aku kenal dia, rasanya aku gak ingin pria manapun lagi di dunia ini. Tapi kenyataan yang menyakitkan adalah ternyata dia sama sekali gak mencintai aku. Dia menggantungkan hubungan kami sehingga aku akhirnya memutuskan untuk mengakhiri kisah cinta kami. Meski padahal tadinya kami sudah sepakat untuk menikah. Dan karena itu pula, aku pun jadi sangat TRAUMA pada laki2. Bayangkan aku gak berinteraksi dengan pria manapun selain ayah dan ketiga adikku karena setiap aku bertemu mereka aku selalu syok dan bahkan hampir pingsan. Dan aku merasakan ini selama setahun lebih. Sekarang dia sudah punya kekasih baru. Aku tak lagi bertemu dia sejak terakhir di jaman SMA. Dan meskipun sampai saat ini sudah tiga tahun berlalu aku masih mencintainya, aku rasanya gak ingin kembali kepadanya. 2. Diode Biner Inersia Dia ini si pacarku saat ini. Tentang istilah diode biner inersia ini sendiri ada cerita tersendiri. Untuk istilah inersia itu aku ambil dari istilah fisika yang artinya ketetapan.. Aku bilang seperti itu karena meski aku udah bertingkah macam2 tapi dia tetap dalam ketetapannya untuk mencintai aku Suatu hari dia pernah bilang sama aku. “sayang… aku gak minta banyak sama kamu. Aku hanya minta hubungan kita bisa jadi kayak diode biner”. Seketika aku yang ga terlalu ngerti fisika pun jadi melongo. “Diode Biner itu apa?” Kalo gak salah nangkep nih ya, dia pun ngejelasin bahwa diode biner adalah sebuah alat yang dapat membuat hantaran arus listrik yang tadinya searah berubah menjadi dua arah bolak balik. Intinya dengan metafora hubungan kami jadinya dia ingin hubungan aku sama dia pun seperti itu. Jujur sampai saat ini aku belum cinta sama dia. Ini yang terberat memang. Dimana aku memang sayang sama dia, tapi gak cinta. Kalau kata salah satu sisterku yang lain “cinta sama sayang itu beda lho my. Cinta itu udah pasti ada sayang tapi sayang belum tentu cinta. Kalau sayang, begitu dia bikin salah maka rasa sayang itu bakal hilang seketika. Gak mau kayak gitu kan? intinya jagi galau lagi deh… 3. Aurora Borealis Lunar Mengenai Aurora Borealis ini. Setelah aku bertanya pada hati kecilku yang terdalam, aku baru sadar. Bahwa kenapa hatiku selalu tergelitik untuk selalu melihat kearahnya ya karena aku… Mencintainya. Dan aku pun jadi mengerti kenapa aku meski selalu berkata aku benci dia, tapi ada rasa nyaman saat aku disampingnya. Rasa nyaman itulah yang sebenarnya membuat rasa trauma aku perlahan hilang. Dan kalau aku melihat matanya, sakit dan cintaku untuk mantan ku yang dulu seolah lenyap gak berbekas. Seperti sebuah pepatah, dimana saat badai terjadi, tempat yang paling menenangkan justru ada di tengah2 pusaran badai itu sendiri. Dan buatku dia adalah tengah pusaran itu. Aku mencintainya bukan karena melihat siapa dia atau apa yang dilakukannya. Tetapi aku mencintainya sederhana karena hatiku seketika mengatakan aku mencintainya apapun keadaan dia. Tetapi… dia bilang dia gak mencintai aku. Sakit sebenarnya saat dia bilang dia cinta orang lain… dan aku gak mau kalau sampai terluka lagi. Apalagi bermimpi bisa disampingnya. Dan dia menyukai segala hal yang membuatku trauma. Negara kesukaannya, band kesukaannya, itu adalah hal2 yang pernah membuatku TERLUKA sebelum aku mengenalnya. Berharap pun aku jadi gak berani. Maka itu biarlah saat ini cukup dalam hati aja aku menyimpan cinta untuknya. Biar dia gak merasakan ya gapapa. Toh aku sadar mengatakan aku mencintainya takkan membuat dia jadi mencintai aku. Lagipula aku gak mungkin bisa segila itu terlebih aku sekarang udah gak sendiri. Nyakitin hati Inersia kalau aku bilang cintaku sebenarnya untuk Aurora Borealis. Walaupun jujur dari hati terdalam aku ingin sekali mendengar isi hati Aurora Borealis… aku ingin menyentuh hatinya.

Tidak ada komentar: